Oleh: Qori Maghfirotillah*
“Tidakpentingapapun agama atau
sukumu.Kalaukamubisamelakukansesuatu yang baikuntuksemua orang, orang
tidakakanpernahbertanyaapaagamamu”
(Gus Dur)
(Gus Dur)

Peng-kotak-kotak-an atas nama agama tak lagi menjadi soal apalagi
halangan bagi pemeluk agama tertentu untuk menjadi bermanfaat bagi
keluhuran kemanusiaan yang bersifat universal. Saya
temukan suatu malam pada saat menghadiri sebuah dialog lintas agama dengan tajuk
sebagaimana tema
tulisan ini ditulis, “overcoming
poverty and ideology violence through a talk; a world conference”.

Dikemas dengan apik dan menarik, acara yang
diselenggarakan di halaman GrahaPondok Kasih jl. Keputih Surabaya ini
menyuguhkan keberagaman dan kekayaan khazanah budaya Indonesia. Terdapat banyak
tari-tarian yang ditampilkan; Tarian China, Papua, Nusa Tenggara, dan masih
banyak lagi. Kemudian api unggun dipilih sebagai acara berikutnya.
Tarian
penghormatan dan penyambutan dari berbagai daerah banyak dilakukan untuk memberikan
penyanjungan yang setinggi-tingginya kepada para tamu.
Dalam acara api unggun, terdapat prosesi
pelepasan balon udara, sebagai symbol deklarasi bahwa siapa yang hadir di situ
siap menjadi agen pewarta damai. Menjadi penerang dan pemersatu dengan jalan
damai, jalan cinta. Ada haru dan khusyuk yang ikut mengalir di dalam desiran darah saya, pada
malam itu. Doa dipanjatkan, syahdu dan khusyuk, Bhinneka Tunggal Ika.

Ghandi—Mohandas Karamchand Gandhi (1869-1948), tentu akan ikut tersenyum jika mengetahui bahwa
jejak-jejak kakinya melingkari semesta dengan pita kasih masih tetap diteruskan. Atau Muhammad (570-632 M), barangkali dia pun akan berterimakasih kepada
agen-agen damai meski itu nasrani sebab terhadap ajaran Tuhan dan bisik-bisik nurani
tak berniat untuk lalai. Dan Tuhan sendiri pun, mungkin, manggut-manggut bahagia,
bersiap menebar rahman
dan cinta kepada mereka yang terhadap sesamanya
mau membuka telinga, mengulurkan tangan dan memberi pelukan.
Sebagai penutup, saya
kutipkan apa yang ditulis oleh Zuhairi Misrawi, salah seorang penulis asal Madura dan Direktur Moderate
Muslim Society, “Dulu, saat kuliah
di Al-Azhar Kairo, seorang pastur bertanya kepada saya: apakah Tuhan beragama? Saya diam, sejak itu saya tercerahkan”. Bagaimana
teks kutipan ini selanjutnya ditafsirkan, bergantung pada masing-masing arah
berpikir anda.
Salam kebebasan berpikir!
* Komisioner Indonesia Belajar Instutut (IBI), Aktivis dan
alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya.
** Refleksi saat menghadiri
forum internasional yang diselenggarakan oleh Yayasan Pondok Kasih Surabaya
pada 16 September 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimaksih telah sudi berkomentar...