Minggu, 31 Mei 2015

GERAKAN FEMINISME INDONESIA ; STUDI KOMPARATIF GERAKAN PEREMPUAN EROPA DAN TIMUR TENGAH

Kesetaraan, kedudukan, derajat, dan hak-hak kaum perempuan selalu dipertanyakan oleh banyak orang. Feminisme merupakan gerakan mengubah kedudukan perempuan untuk mendapatkan kesetaraan dan persamaan derajat dengan laki-laki. Feminisme bukanlah perjuangan emansipasi perempuan di hadapan laki-laki saja, karena mereka juga sadar bahwa laki-laki (terutama kaum ploretar) juga mengalami penderitaan yang diakibatkan oleh dominasi dan eksploitasi serta represi dari sistem yang tidak adil. 

Eropa menjadi negara pertama yang memperkenalkan tentang gerakan feminisme meskipun saat itu ada tiga tingkat gerakan perempuan Eropa, dan salah satu gerakannya yang booming saat ini di Indonesia adalah gerakan feminisme. Kemudian muncul pertanyaan sederhana, kenapa harus Eropa yang menjadi penggerak pertama gerakan ini? jawaban singkatnya adalah, karena di Eropa lah lahirnya gerakan ini pertama kali. Di Eropa pertama kali terdengar semboyan “Perempuan bersatulah!”, dari lisan perempuan Eropa yaitu Katharina Brechovskaya pertama kali terdengar seruan: “Hai Perempuan Asia, sadar dan melawanlah!” tatkala perempuan Eropa sudah sadar, bergerak, dan sudah melawan maka perempuan Timur masih saja diam-diam menderita pingitan dan penindasan tanpa protes sedikit pun.


Kata feminisme dicetuskan pertama kali oleh aktivis sosialis utopis, Charles Fourier pada tahun 1837. Banyak sekali hal-hal yang diperjuangkang berkembang gerakan ini, mulai dari tuntutan hak atas perlindungan perempuan dari kekerasan rumah-tangga, pelecehan seksual dan perkosaan, persamaan hak perempuan dalam bidang pekerjaan. Pencetus ide dan pemikiran-pemikiran di atas sebagian besar adalah perempuan-perempuan kelas menengah Inggris, Perancis dan Amerika Serikat. Banyak sekali yang melatarbelakangi timbulnya gerakan feminisme di Eropa. Bahkan lahirnya gerakan feminisme di Timur Tengah dan Indonesia sendiri juga dilatarbelakangi kejadian yang sama. Salah satu penyebab lahirnya gerakan ini adalah karena adanya diskriminasi dan pembatasan terhadap kaum perempuan dalam bergerak di masyarakat, sehingga membangunkan dan membangkitkan satu pergerakan yang berusaha meniadakan segala tindasan itu. Diskriminasi itu seperti pembatasan perempuan dalam bergerak di masayarakat, sehingga semua hal kemasyarakatan hampir semuanya dimonopoli oleh kaum laki-laki. Perempuan tidak boleh masuk kantor, sekolah tinggi, serta ikut dalam politik. Dan masih banyak lagi pembatasan lainnya. Maka, menyikapi semua diskriminasi tersebut, perempuan Eropa memulai suatu gerakan yang akan memberantas ketidaksamaan hak dan derajat kaum laki-laki dan perempuan. Menuntut adanya persamaan hak dan derajat itulah pokok tujuan berdirinya gerakan ini.

Gerakan feminisme diawali oleh para perempuan Amerika di bawah pimpinan Mercy Otis Waren. Pada tahun 1776 ketika Amerika sudah terlepas dari Inggris dan hendak menyusun Undang-undang sendiri. Mereka menuntut supaya hak perempuan diakui juga. Mereka menuntut supaya perempuan dibolehkan juga memasuki segala macam sekolah, ikut andil dalam politik, agar Undang-undang yang hendak disusun itu menjadi satu Undang-undang yang adil antara laki-laki dan perempuan. Aksi perempuan Amerika ini juga mendapat sambutan hangat oleh Perancis, dalam Revolusi Perancis bergeraklah juga perempuan Perancis menuntut kesamaan hak dan derajat dengan kaum laki-laki yang dipimpin oleh Madame Rolland dkk. Dengan cepat gerakan feminisme ini berkembang pesat di negara-negara Timur Tengah dan gerakan ini telah banyak memberikan kamajuan dan kemoderenan di negara-negara tersebut di akhir abad ke 10-an. Dan pada akhirnya gerakan feminisme itu sampai di Indonesia yang saat itu para perempuan juga banyak mengalami diskrimansi dari para penjajah di Indonesia.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan feminisme di Timur Tengah. Pertama, imperialisme Barat ke negara Timur Tengah banyak memberikan pengaruh terhadap adanya feminisme. M. Ali Pasha merupakan tokoh feminisme Mesir yang bertekad untuk meninggalkan tradisi mereka dan berusaha menggantinya dengan tradisi modern ala Barat dengan mengirimkan keluarganya ke universitas-universitas di Eropa.

Kedua, pengaruh misionaris Kristen. Sekitar abad ke-19 banyak didirikan lembaga-lembaga yang dikelola oleh para misionaris dan dikembangkan oleh para guru-guru senior dengan kualitas dan disiplin yang tinggi. Banyak kaum perempuan yang mendaftar di lembaga tersebut. Kemudian, para misionaris mengubah ideologi mereka dengan ideologi Barat. Mereka mengutamakan menggunakan bahasa Eropa sebagai bahasa pengantar. 

Ketiga, bertambahnya pelajar muslim yang belajar ke universitas-universitas di Barat. Keempat, dibukanya terusan Suez pada tahun 1869. Daerah yang dahulu sepi disulap menjadi kota metropolitan.  

Kalau dulu kita mengenal Huda Sya'rawi dan kawan-kawan sebagai tokoh emansipasi dunia Arab yang berjuang lewat tulisan-tulisan dan publikasi, namun sekarang, perjuangan emansipator Timur Tengah lebih ekstrim dan ekspresif. Mungkin, salah satu penyebabnya adalah terbukanya akses dunia melalui kecanggihan teknologi informasi. Wanita-wanita Arab sekarang bisa bergabung dan berinteraksi langsung dengan gerakan emansipasi yang ada di dunia Barat, khususnya di Eropa yang memiliki kedekatan geografis. Sebagai contoh, dapat kita lihat dalam aksi yang dilakukan oleh gadis asal Mesir, Aliya Mahdi yang bergabung dengan gerakan FEMEN. Aliya melakukan demonstrasi dengan aksi telanjang menuntut pembatalan hasil Referendum yang dilakukan oleh pemerintahan Mohammad Mursi. Aliya dan kawan-kawannya menilai bahwa konstitusi baru yang 'Islami' akan mengekang kaum perempuan dan menjadikan kaum wanita sebagai budak.

Gerakan feminisme di Indonesia adalah gerakan transformasi perempuan untuk menciptakan hubungan antar sesama manusia yang secara fundamental baru, lebih baik, dan lebih adil. Gerakan perempuan merupakan gerakan tranformasi sosial yang bersifat luas, yang merupakan proses penghapusan atau penyingkiran segala bentuk ketidakadilan, penindasan, dominasi, dan diskriminasi dalam sistem yang berlaku di masyarakat.

Bentuk-bentuk gerakan feminisme di indonesia:
1.      R. A. Kartini (Ibu Emansipasi) “Habis gelap terbitlah terang”
  1. Dewi Sartika Tahun 1904 mendirikan “Sekolah Isteri” kemudian namanya diganti dengan “Sekolah Keutamaan Isteri”. Hingga tahun 1912, ia telah mendirikan 9 sekolah, dan masih banyak lagi gerakan perempuan di Indonesia lainnya.
Gerakan perempuan di Eropa, Timur Tengah, dan Indonesia memang didasari atas ketidakpuasan para kaum perempuan terhadap sistem yang berlaku dalam negara tersebut. mereka merasa tertindas terhadap peraturan yang selalu menaruh laki-laki di barisan paling depan, sedangkan perempuan tidak bisa. Tetapi di antara semua gerakan perempuan di tiga negara tersebut belum ada satu gerakan pun yang menyamai gerakan perempuan Eropa. Mengapa demikian? Di Eropa gerakan feminisme hanyalah salah satu dari tiga gerakan perempuan saat itu. Gerakan perempuan Eropa yang pertama adalah gerakan keperempuanan, dalam gerakan ini para perempuan dididik untuk menjadi perempuan seutuhnya, mereka diajari Ilmu memasak, menjahit, memelihara anak dan lain sebagainya yang berhubungan dengan keperempuanan. Gerakan yang kedua adalah gerakan yang disebut feminisme yang wujudnya ialah memperjuangkan persamaan hak dan derajat dengan kaum laki-laki, dan aksinya bersifat menentang pada kaum laki-laki. Gerakan ketiga adalah gerakan sosialisme, di mana perempuan dan laki-laki bersama-sama berjuang bahu membahu untuk mewujudkan masyarakat yang sosialistik; perempuan dan laki-laki sama-sama merdeka dan sejahtera.

Di dunia Timur (Timur tengah dan Indonesia) memang meniru gerakan Eropa. Akan tetapi, menirunya itu belum menyamai segenap tingkatan gerakan Eropa. Bila Eropa mempunyai tiga gerakan perempuan, maka Timur hanya sampai pada tingkatan kedua saja. Dan itu pun belum seberkobar gerakan-gerakan di Eropa. Namun seperti apa pun gerakan perempuan itu, baik feminisme atau sosialisme, hal itu memberikan pelajaran bahwa antara laki-laki dan perempuan tidak perlu diberi batasan hak dan derajat. Berikan mereka kesempatan yang sama dalam bergerak dan beraktifitas.

[1] Adalah Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Surabaya, Mahasiswa Jurusan Muamalah di Fakultas Syariah & Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Tulisan ini didiskusikan di Indonesia Belajar Institut (IBI), edisi, Jumat, 29 Mei 2014 di Angkringan 57 Jemurwonosari Surabaya.

1 komentar:

  1. Saya kira feminisme di Indonesia masih terpaku kepada pemikian barat baik itu Liberal maupun Sosialis. Feminisme Islam sendiri tidak jauh terpengaruh dua pemikiran diatas. Semisal usaha Feminisme di Indonesia masih terpaku kepada persamaan gender, kekerasan wanita dan bahkan ada yang mengatasnamakan feminis tetapi bertindak berlawanan. Menurut saya, perlu dirumuskannya "feminisme" ala Indonesia dengan tema-tema ke Indonesiaan. Saat ini kita menghadapi Era dimana tenaga kerja wanita mulai bersaing dengan tenaga kerja pria. Disini kita perlu pikirkan "feminisme" ala Indonesia yang mampu menghadapi gejolak sosial ini. Saya kira kita tidak ingin seperti Jepang yang akibat tingginya penerimaan pemikiran Feminis, pada akhirnya perempuan ditarik ke sektor tenaga kerja yang berakibat kepada penurunan jumlah populasi dan bahkan diramalkan jepang dapat "musnah" beberapa abad kedepan.

    BalasHapus

Terimaksih telah sudi berkomentar...