Oleh: Wilayatul Istianah[1]
Kesetaraan, kedudukan,
derajat, dan hak-hak kaum perempuan selalu dipertanyakan
oleh banyak orang. Feminisme merupakan
gerakan mengubah kedudukan perempuan untuk mendapatkan kesetaraan dan persamaan
derajat dengan laki-laki. Feminisme
bukanlah perjuangan emansipasi perempuan di hadapan laki-laki saja, karena
mereka juga sadar bahwa laki-laki (terutama kaum ploretar) juga mengalami
penderitaan yang diakibatkan oleh dominasi dan eksploitasi serta represi dari sistem yang
tidak adil.
Eropa menjadi negara pertama yang
memperkenalkan tentang gerakan feminisme meskipun saat itu ada tiga tingkat
gerakan perempuan Eropa, dan salah satu gerakannya yang booming saat ini di Indonesia adalah gerakan feminisme. Kemudian
muncul pertanyaan sederhana, kenapa harus Eropa yang menjadi penggerak pertama
gerakan ini? jawaban singkatnya adalah, karena di Eropa lah lahirnya gerakan
ini pertama kali. Di Eropa pertama kali terdengar semboyan “Perempuan
bersatulah!”, dari lisan perempuan Eropa yaitu Katharina
Brechovskaya pertama kali terdengar seruan: “Hai Perempuan Asia, sadar dan
melawanlah!” tatkala perempuan Eropa sudah sadar, bergerak, dan sudah melawan
maka perempuan Timur masih saja diam-diam menderita pingitan dan penindasan
tanpa protes sedikit pun.
Kata feminisme dicetuskan pertama kali
oleh aktivis sosialis utopis, Charles
Fourier pada tahun 1837. Banyak sekali hal-hal yang diperjuangkang
berkembang gerakan ini, mulai dari tuntutan hak atas perlindungan perempuan
dari kekerasan rumah-tangga, pelecehan seksual dan perkosaan, persamaan hak
perempuan dalam bidang pekerjaan. Pencetus ide dan pemikiran-pemikiran di atas
sebagian besar adalah perempuan-perempuan kelas menengah Inggris, Perancis dan
Amerika Serikat. Banyak sekali yang melatarbelakangi timbulnya gerakan
feminisme di Eropa. Bahkan lahirnya gerakan feminisme di Timur Tengah dan
Indonesia sendiri juga dilatarbelakangi kejadian yang sama. Salah satu penyebab
lahirnya gerakan ini adalah karena adanya diskriminasi dan pembatasan terhadap
kaum perempuan dalam bergerak di masyarakat, sehingga membangunkan dan
membangkitkan satu pergerakan yang berusaha meniadakan segala tindasan itu.
Diskriminasi itu seperti pembatasan perempuan dalam bergerak di masayarakat, sehingga semua hal
kemasyarakatan hampir semuanya dimonopoli oleh kaum laki-laki. Perempuan tidak
boleh masuk kantor, sekolah tinggi, serta ikut dalam politik. Dan masih banyak lagi pembatasan lainnya. Maka,
menyikapi semua diskriminasi tersebut, perempuan Eropa memulai suatu gerakan
yang akan memberantas ketidaksamaan hak dan derajat kaum laki-laki dan
perempuan. Menuntut adanya persamaan hak dan derajat itulah pokok tujuan
berdirinya gerakan ini.
Gerakan feminisme diawali oleh para
perempuan Amerika di bawah pimpinan Mercy Otis Waren. Pada tahun 1776
ketika Amerika sudah terlepas dari Inggris dan hendak menyusun Undang-undang
sendiri. Mereka menuntut supaya hak perempuan
diakui juga. Mereka menuntut supaya perempuan dibolehkan juga memasuki segala
macam sekolah, ikut andil dalam politik, agar Undang-undang yang hendak disusun
itu menjadi satu Undang-undang yang adil antara laki-laki dan perempuan. Aksi
perempuan Amerika ini juga mendapat sambutan hangat oleh Perancis, dalam
Revolusi Perancis bergeraklah juga perempuan Perancis menuntut kesamaan hak dan
derajat dengan kaum laki-laki yang dipimpin oleh Madame Rolland dkk. Dengan cepat gerakan feminisme ini
berkembang pesat di negara-negara Timur Tengah dan gerakan ini telah banyak
memberikan kamajuan dan kemoderenan di negara-negara tersebut di akhir abad ke
10-an. Dan pada akhirnya gerakan feminisme itu sampai di Indonesia yang saat
itu para perempuan juga banyak mengalami diskrimansi dari para penjajah di Indonesia.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan feminisme di Timur Tengah. Pertama, imperialisme Barat ke
negara Timur Tengah banyak memberikan pengaruh terhadap adanya feminisme. M.
Ali Pasha merupakan tokoh feminisme Mesir yang bertekad untuk meninggalkan
tradisi mereka dan berusaha menggantinya dengan tradisi modern ala Barat dengan
mengirimkan keluarganya ke universitas-universitas di Eropa.
Kedua, pengaruh misionaris Kristen. Sekitar abad
ke-19 banyak didirikan lembaga-lembaga yang dikelola oleh para misionaris dan
dikembangkan oleh para guru-guru senior dengan kualitas dan disiplin yang
tinggi. Banyak kaum perempuan yang mendaftar di lembaga tersebut. Kemudian,
para misionaris mengubah ideologi
mereka dengan ideologi Barat. Mereka mengutamakan menggunakan bahasa Eropa
sebagai bahasa pengantar.
Ketiga, bertambahnya pelajar muslim yang belajar ke
universitas-universitas di Barat. Keempat, dibukanya terusan Suez pada tahun
1869. Daerah yang dahulu sepi disulap menjadi kota metropolitan.
Kalau dulu kita mengenal Huda
Sya'rawi dan kawan-kawan sebagai tokoh emansipasi dunia Arab yang berjuang
lewat tulisan-tulisan dan publikasi, namun sekarang, perjuangan emansipator
Timur Tengah lebih ekstrim dan ekspresif. Mungkin, salah satu penyebabnya
adalah terbukanya akses dunia melalui kecanggihan teknologi informasi.
Wanita-wanita Arab sekarang bisa bergabung dan berinteraksi langsung dengan
gerakan emansipasi yang ada di dunia Barat, khususnya di Eropa yang memiliki
kedekatan geografis. Sebagai
contoh, dapat kita lihat dalam aksi yang dilakukan oleh gadis asal Mesir, Aliya
Mahdi yang bergabung dengan gerakan FEMEN. Aliya melakukan demonstrasi
dengan aksi telanjang menuntut pembatalan hasil Referendum yang dilakukan oleh
pemerintahan Mohammad Mursi. Aliya dan kawan-kawannya menilai bahwa
konstitusi baru yang 'Islami' akan mengekang kaum perempuan dan menjadikan kaum
wanita sebagai budak.
Gerakan feminisme di Indonesia adalah gerakan
transformasi perempuan untuk menciptakan hubungan antar
sesama manusia yang
secara fundamental baru, lebih baik, dan lebih adil. Gerakan perempuan
merupakan gerakan tranformasi sosial yang bersifat luas, yang merupakan proses
penghapusan atau penyingkiran segala bentuk ketidakadilan, penindasan,
dominasi, dan diskriminasi dalam sistem yang berlaku di masyarakat.
Bentuk-bentuk gerakan feminisme di indonesia:
1.
R. A. Kartini (Ibu Emansipasi)
“Habis gelap terbitlah terang”
- Dewi Sartika Tahun 1904 mendirikan “Sekolah Isteri” kemudian namanya diganti dengan “Sekolah Keutamaan Isteri”. Hingga tahun 1912, ia telah mendirikan 9 sekolah, dan masih banyak lagi gerakan perempuan di Indonesia lainnya.
Gerakan perempuan di Eropa, Timur
Tengah, dan Indonesia memang didasari atas ketidakpuasan para kaum perempuan
terhadap sistem yang berlaku dalam negara tersebut. mereka merasa tertindas
terhadap peraturan yang selalu menaruh laki-laki di barisan paling depan, sedangkan
perempuan tidak bisa. Tetapi di antara semua gerakan perempuan di tiga negara
tersebut belum ada satu gerakan pun yang menyamai gerakan perempuan Eropa.
Mengapa demikian? Di Eropa gerakan feminisme hanyalah salah satu dari tiga
gerakan perempuan saat itu. Gerakan perempuan Eropa yang pertama adalah gerakan
keperempuanan, dalam gerakan ini para perempuan dididik untuk menjadi perempuan
seutuhnya, mereka diajari Ilmu memasak, menjahit, memelihara anak dan lain
sebagainya yang berhubungan dengan keperempuanan. Gerakan yang kedua adalah
gerakan yang disebut feminisme yang wujudnya ialah memperjuangkan persamaan hak
dan derajat dengan kaum laki-laki, dan aksinya bersifat menentang pada kaum
laki-laki. Gerakan ketiga adalah gerakan sosialisme, di mana perempuan dan
laki-laki bersama-sama berjuang bahu membahu untuk mewujudkan masyarakat yang sosialistik;
perempuan dan laki-laki sama-sama merdeka dan sejahtera.
Di dunia Timur (Timur tengah dan
Indonesia) memang meniru gerakan Eropa. Akan tetapi, menirunya itu
belum menyamai segenap tingkatan gerakan Eropa. Bila Eropa mempunyai tiga
gerakan perempuan,
maka Timur hanya sampai pada tingkatan kedua saja. Dan itu pun belum seberkobar
gerakan-gerakan di Eropa. Namun seperti apa pun gerakan perempuan itu, baik
feminisme atau sosialisme, hal itu memberikan pelajaran bahwa antara laki-laki
dan perempuan tidak perlu diberi batasan hak dan derajat. Berikan mereka
kesempatan yang sama dalam bergerak dan beraktifitas.
[1] Adalah Aktivis Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Surabaya, Mahasiswa Jurusan Muamalah di
Fakultas Syariah & Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Tulisan ini
didiskusikan di Indonesia Belajar Institut (IBI), edisi, Jumat, 29 Mei 2014 di
Angkringan 57 Jemurwonosari Surabaya.
Saya kira feminisme di Indonesia masih terpaku kepada pemikian barat baik itu Liberal maupun Sosialis. Feminisme Islam sendiri tidak jauh terpengaruh dua pemikiran diatas. Semisal usaha Feminisme di Indonesia masih terpaku kepada persamaan gender, kekerasan wanita dan bahkan ada yang mengatasnamakan feminis tetapi bertindak berlawanan. Menurut saya, perlu dirumuskannya "feminisme" ala Indonesia dengan tema-tema ke Indonesiaan. Saat ini kita menghadapi Era dimana tenaga kerja wanita mulai bersaing dengan tenaga kerja pria. Disini kita perlu pikirkan "feminisme" ala Indonesia yang mampu menghadapi gejolak sosial ini. Saya kira kita tidak ingin seperti Jepang yang akibat tingginya penerimaan pemikiran Feminis, pada akhirnya perempuan ditarik ke sektor tenaga kerja yang berakibat kepada penurunan jumlah populasi dan bahkan diramalkan jepang dapat "musnah" beberapa abad kedepan.
BalasHapus