Oleh: Marlaf Sucipto
Atas nama
Indonesia Belajar (IB), pada Jumat, 3 Oktober 2014, kami berkesempatan untuk
menememui Bupati Bojonegoro, Drs. H. Suyoto, M. Si. di kantornya. Jl. Mas
Tumapel No. 1 Bojonegoro. Pertemuan itu berawal dari surat yang kami kirimkan
pada 23 Agustus 2014 lalu ke Kang Yoto—panggilan atas Drs. H. Suyoto, M. Si.
Surat kami baru terkonfirmasi balik melalui handphone pada Senin 22
September 2014 melalui stafnya yang bernama Dian. Oleh staf tersebut kami
dikabari bahwa Bupati berkehendak kami dapat ngilmu ke Bojonegoro pada Jumat, 19 September 2014. Berhubung sejak
sejak 15 September 2014 saya dihubungi katanya tidak nyambung-nyambung, maka
akhirnya jadwal pertemuan kami dengan Bupati inspritif itu di-re schedule ulang. Pada Rabu, 1 Oktober 2014 saya dikonfirmasi
lagi bahwa Bupati berkenan pada Jumat, 3 Oktober 2014.Pose Bersama Kang Yoto di Halaman Kantor Bupati Bojonegoro |
Sampai di
kantor pemerintahan, tepat pada jam 05:30, setelah memarkir mobil di area
kantor, kami bersepekat untuk jalan-jalan ke Alun-alun Koto Bojonegoro, yang
letaknya tepat di depan kantor Bupati. Waktu itu, sebagian abdi rakyat yang
bertugas di kantor tersebut sedang melaksanakan olahraga kebugaran di depan
Pondopo Agung yang diberi nama “Malowopati”. Sampai di alun-alun, karena waktu
masih panjang, di antara kami ada yang memutuskan untuk ke masjid Jamik
Bojonegoro yang masih tengah direnovasi untuk “memperganteng” diri. Setelah di
antara kami bersih dan harum, tepat pada jam 07:00 Wib, kami pun menuju Kantor
Bupati. Sampai di Kantor Bupati, kami dipersilakan untuk duduk di ruang tamu.
Nah, di ruang tamu ini saudara, kami dipertemukan dengan berbagai macam
penghargaan, mulai dari tingkat kampus, pemerintahan, baik skala lokal,
nasional, dan internasional. Selain itu, pemberitaan akan kreatifitas asli
Bojonegoro seperti Batik, dipampang di dinding ruang tamu tersebut. Termasuk
juga, di ruang yang berukuran kira-kira 3x6 meter tersebut, dipampang visi-misi
Kabupaten Bojonegoro.
Selang beberapa
menit kemudian, ada petugas datang, kemudian menanyakan puasa atau tidak,
karena kebetulan waktu itu masuk hari Arofah, yang mana umat muslim ada yang
melaksanakan puasa sunnah. Setelah saya jawab, kalau di antara kami tidak ada yang
berpuasa, kemudian kami dijamu dengan kopi. Kantuk yang sedikit menyerang
karena tidak maksimal istirahat, akhirnya terusir dengan sendirinya. Tepat pada
jam 08:00 Wib, kami dipersilakan masuk ke sebuah ruangan yang biasa dijadikan
tempat musyawarah oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Di ruangan itu,
tersedia kursi sesuai dengan jumlah orang di antara kami. Berikut kopi dan
jajanan tradisional—khas Bojonegoro seperti nagasari, dst. Sekilas kami kaget,
karena hanya di depan kami yang tersedia kopi plus camilannya, sedangkan di
meja kursi yang lain tidak ada. Setelah dijalaskan di akhir rapat oleh petugas,
katanya yang lain tengah berpuasa, ikut Kang Yoto yang waktu itu tengah
berpuasa. Atas hal ini, saya jadi ingat pernyataan seorang dosen, bahwa
kebusukan di republik ini tidak berawal dari bawah, tapi dari atas. Alias pemimpinnya.
Begitu juga sebaliknya. Dosen tersebut menjelaskan tentang falsafah ikan. Ikan
membusuk tidak berawal dari buntut, tapi dari kepala.
Tepat pada jam
08:15, Bupati datang, kemudian evaluasi mingguan dimulai. Evaluasi seperti ini
terjadi setiap minggu sekali pada hari Jumat. Evaluasi ini diadakan untuk
memastikan setiap program agenda pemerintahan, baik yang berjangka pendek,
panjang, dan berkelanjutan apa telah berjalan lancar atau terjadi kendala. Di
forum itu Bupati juga mem-publice akan
beberapa pesan Short Massage Servis
(SMS), surat elektronik—email, dan beberapa hal yang disampaikan melalui media
sosial seperti Twitter oleh warga Bojonegoro. di forum itu, sebagaimana di
pertegas Bupati, pemerintah Bojonegoro harus memberikan pelayanan yang prima atas
rakyat Bojonogoro. Kordinasi antar dinas dan para pihak yang lain harus terbuka
dan tidak boleh ada yang ditutup-tutupi. Karena ketidakterbukaan itulah yang
menjadi cikal-bakal terjadinya korupsi. Selain itu, setiap laporan dari
masyarakat, langsung ada tindak lanjut yang cepat, tepat, dan bermanfaat atas
masyarakat. Kang Yoto berkali-kali mengajak dan meminta, khususnya abdi rakyat
Bojonegoro untuk terus meningkatkan produktifitas—etos kerja yang positif.
Beliau menekankan para pihak untuk terus menjalin komunikasi terkait hal agenda
yang akan dan sedang berlangsung. Karena keterputusan komunikasi akan
memperlambat, malah akan mengacaukan layanan yang cepat, tepat, dan bermanfaat
atas rakyat. Kang Yoto waktu itu, berujar sampai tiga kali “Tidak ada kabupaten
miskin, yang ada karena salah perencanaan dan salah urus.” Beliau berharap
masing-masing satuan kerja (satker)—istilah dalam pemerintahan—tidak menjadi
wasit atas yang lain, tapi juga harus menjadi pelatih atas yang lain. Maksudnya,
tak cukup melakukan kontrol atas lembaga lain, tapi harus turut urun-rembuk
dalam menemukan solusi dari setiap masalah yang ada.
Foto Bersama di Ruang Tunggu Kantor Bupati Bojonegoro |
Untuk menuju
masyarakat Bojonegoro yang sejahtera, menurut Kang Yoto, masyarakat Bojonegoro
harus memiliki income—pemasukan/pendapatan
yang jelas dan kompetitif. Nah, agar masyarakat Bojonegoro memiliki income yang jelas, harus disediakan
lapangan pekerjaan yang jelas. Caranya, permudah para pengusaha untuk
berwirausaha di Bojonegoro dan membuka lapangan pekerjaan di Bojonegoro. Selain
itu, pengusaha kecil dan menengah, terus diapresiasi dan didukung supaya terus
produktif dan kreatif dengan mempermudah segala kebutuhannya yang terkait
dengan usaha yang dibangun. Pemerintah terus terbuka untuk menfasilitasi dan
menyediakan “panggung” dalam skala lokal, regional, nasional, dan internasional
untuk memasarkan produk dan kreatifitas masyarakat Bojonegoro. selain
tersedianya lapangan pekerjaan, yang tak kalah penting adalah menyiapkan
kualitas masyarakat Bojonegoro yang terampil dan memiliki etos kerja yang
tinggi. Disiapkan dengan cara apa? pendidikan atas genarasi muda Bojonegoro
yang masih berada di bangku sekolah dan pelatihan-pelatihan sekala kecil dan
besar atas mereka yang sudah tidak sekolah.
Dalam
mewujudkan Bojonegoro sejahtera, selain masyarakat yang diedukasi dan dilayani
secara terhormat, maka juga diupayakan agar lingkungan, infrastruktur, dan
pemerintahan di Bojonegoro juga sehat dan cerdas. Hal ini ditempuh, karena menurut
Kang Yoto, angka manusia tidak sekolah dan miskin, Bojonegoro berada di tingkat
tertinggi.
Kang Yoto juga
memiliki mimpi untuk menjadikan Bojonegoro sebagai daerah yang mandiri.
Kualitas manusia terus ditingkatkan, para pengusaha dan pekerja giat terus
dicetak dan Ia juga memimpikan Bojonegoro sebagai lumbung pangan nasional,
malah bila perlu internasional. Untuk mewujudkan itu, dengan kerja cerdas,
kerja keras, dan kerja tuntas tidaklah mustahil. Dari data yang kami himpun,
Bojonegoro kini tengah berhasil membangun hampir seribu embung; tempat
menyimpan air. Embung dibangun, dalam rangka untuk menampung banjir kiriman
akibat meluapnya sungai Begawan solo. Bojonegoro adalah daerah yang dilalui
sungai yang hulunya berada di Kota Bogor dan hilirnya di Kota Gersik tersebut.
Hujan tidak turun hujan, Bojonegoro tetap ketiban banjir. Embung-embung itu
berfungsi menampung banjir tatkala hujan/banjir dan mengairi sawah-sawah
tatkala masuk musim kemarau. Sebelum embung dicipta, Bojonegoro tak dapat
mengambil berkah dari banjir musiman yang tiap tahun pasti datang. Masyarakat
Bojonegoro, tatkala masuk musim penghujan sering kebanjiran dan bila kemarau
datang sering terjadi kekeringan dan kekurangan air bersih. Berkah hadirnya
embung, sawah-sawah di musim kemarau tetap bisa dibuat basah. Selain dapat
ditanami padi, pemerintah Bojonegoro juga mendorong rakyat agar juga
menanaminya dengan buah-buahan yang bernilai jual seperti jambu, blimbing, dst.
Untuk penyediaan bibit unggul dan berkualitas, Pemkab Bojonegoro membangun
kerjasama dengan perguruan tinggi yang kredibelitas dan professionalitasnya
telah teruji. Seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan Institut
Pertanian Bogor (IPB). Kenapa dengan perguruan tinggi di luar Bojonegoro,
karena kini, menurut Kang Yoto, Bojonegoro masih belum memiliki perguruan
tinggi sekelas UGM dan IPB.
Selain itu,
Kang Yoto juga bermimpi menjadikan Bojonegoro sebagai lumbung atlet. Untuk
mewujudkan itu, sarana dan prasarana keolahragaan dibangun, para atlet
diapresiasi dan disediakan pelatih yang professional di bidangnya
masing-masing. Untuk mewujudkan semua itu, kata Kang Yoto, sejarahnya perlu
dibuat. Bangun kebanggaan prestatif yang telah ditorehkan oleh orang-orang
sukses terdahulu di Bojonegoro. Maka tak pelak, jika ada ruang khusus yang
menampung segala pemberitaan, piagam, dan hal lain yang bernilai prestatif oleh
orang-orang Bojonegoro.
Karena sudah
memasuki waktu sholat Jumat, rapat pun sudah mulai mau ditutup. Kang Yoto,
untuk menyemangati abdi rakyat, kemudian meneriakkan yel-yel pemerintah
Bojonegoro. Tatkala Kang Yoto bilang “Aparatuurrr?” jawabnya secara serentak
”pro aktif”. Kemudian dilanjutkan “Karja aparatuur?” jawabnya “Cepat, tepat,
dan bermanfaat untuk rakyat”. Kemudian kami pun bersama Kang Yoto beranjak ke masjid
untuk melaksanakan Sholat Jumat dengan sebelumnya menikmati hidangan nikmat,
jajanan tradisional yang disajikan oleh Pemkab Bojonegoro. Dalam perjalanan ke
Masjid, oleh Kang Yoto sehabis Jumat nanti kami diperkenankan untuk
mendampinginya menemui professor asal Australia dan Belanda. Sebelum memasuki
masjid, di antara kami semuanya berwudu’. Tapi Kang Yoto tidak, akhirnya kami
berkesimpulan, bahwa Kang Yoto sejak pagi sampai siang, selain berpuasa juga
dapat menahan hadats kecil, minimal kentut.
Sehabis sholat
jumat, kami dijamu di rumah makan oleh staf Bupati. Awalnya, sebagaimana telah
dikonfirmasi sebelumnya, kami terjadwal untuk turut makan siang bersama dengan
Kang Yoto. Berhubung beliau waktu itu berpuasa, yang lain pun turut berpuasa
dan kami pun harus dijamu di luar kantor Bupati. Setelah makan siang, setelah
menunggu beberapa menit, kami pun turut duduk di samping Kang Yoto sewaktu
menemui para professor tersebut. Dalam perbincangan itu, komunikasi yang
digunakan menggunakan bahasa Inggris. Kang Yoto ternyata juga lincah ngomong menggunakan bahasa Inggris.
Dalam obrolan itu, yang kami tangkap ternyata dalam sedang menegoisasikan migas
sebagai salah satu sumber kekayaan Bojonegoro. dan ternyata, migas nasional
kita 20 persen didapat dari bumi Bojonegoro. setelah pertemuan itu dihelat,
kami pun diajak ke Pondopo Agung Malwopati. Acara “urun-rembuk” bersama rakyat
yang rutin terselenggara setiap minggu sekali, tepatnya hari Jumat ba’da Sholat
Jumat. Dalam acara itu, rakyat bebas mengutarakan apa pun menyangkut masalahnya.
Kemudian nanti, Kang Yoto akan menindaklanjuti dan memerintah dinas terkait
untuk melaksanakan hal yang harus dilaksanakan. Acara itu mengudara—on air melalui radio milik Pemkab
Bojonegoro. Acara dibuat on air supaya
juga dapat didengar oleh masyarakat Bojonegoro secara umum. Dengan hal itu
juga, sebagai bagian dari keterbukaan layanan pemerintah Bojonegoro. Karena
rakyat, sering di antaranya yang mengutarakan permasalahannya dengan emosi,
meletus-letus, dan kadang—maaf— memuat kata-kata yang tidak terhormat. Tapi,
yang diutarakannya asli dan miskin muatan politis. Atas hal itu, Kang Yoto
tetap bangga dan mengapresiasiasinya.
Sehabis acara
itu, baru kemudian kami dapat melakukan sharing terbuka dengan beliau. Dalam
sharing tersebut kami mengajukan banyak tanya untuk mengobati rasa penasaran
dan haus pengatahuan akan sosok inspiratif tersebut. Di antara kami kemudian
diminta untuk mengutarakan segala tanya yang belum terjawab. Tiga dari sekian
tanya itu, diantaranya adalah:
Pertama, kami bertanya akan kenapa
beliau berkesempatan berpidato dalam acara “Global Forum” di New York,
Amerika Serikat. Jawaban beliau, kesimpulannya begini, Kang Yoto didaulat
berbicara dihadapan pimpinan dan perwakilan dari 28 negara setelah dinilai
patut dijadikan model kepemimpinan, terlebih dalam memimpin rakyat di bawah
Negara yang menganut demokrasi. Kemudian Kang Yoto menceritakan perjalanan
hidupnya. Pada tahun 1984, Kang Yoto ke Malang, melanjutkan study di
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), setelah study, beliau didaulat sebagai
dosen, sampai beliau kemudian didapuk sebagai Rektor di Universitas
Muhammadiyah Gersik. Menurut Kang Yoto,
menjadi pimpinan universitas swasta itu perlu perjuangan yang luar biasa.
Mengapa? Karena dalam mendanai universitas tidak semudah perguruan tinggi
negeri. Persis seperti pengusaha, ke sana ke mari mencari uang untuk menghidupi
universitas agar tetap eksis. 1997 Kang Yoto berhenti sebagai rektor, kemudian
terlibat di partai politik sampai ia menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Provinsi Jawa Timur. Sewaktu sebagai DPRD, Kang Yoto jenuh dengan pola
kerja dan wakil rakyat yang katanya, bisanya cuma marah-marah dan tindakannya
miskin solusi atas masalah yang tengah terjadi. Di tengah sebagai anggota DPRD,
Kang Yoto sambil kuliah S3 di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Di tengah
sebagai anggota DPRD itu, Kang Yoto memiliki rencana untuk pulang ke kampung
kelahirannya dan mau mendedikasikan dirinya sebagai Bupati. Rencana itu
didukung oleh Kang Yoto dengan turun langsung ke masyarakat mendengarkan segala
keluh-kesahnya. Kang Yoto datang tidak dengan janji, ia hanya datang untuk
mendengarkan dan sesekali berbagi motivasi hidup. Dorongan ia bermimpi untuk menjadi
bupati setelah paper risetnya tentang Bojonegoro selama menempuh study S3 di
Unair. Usaha Kang Yoto membuahkan hasil, pada tahun 2008 akhirnya ia dipilih
langsung oleh rakyat sebagai Bupati Bojonegoro.
Dari datang
langsung dan riset yang telah dilakukannya, waktu itu Bojonegoro oleh Kang Yoto
problemnya dibagi menjadi lima. Pertama, infrastruktur jalan rusak
hampir 80 persen, kedua, infrastruktur pertanian sangat tidak layak
sehingga menjadikan Bojonegoro sebagai kantong kemiskinan tertinggi ke dua di
Jawa Timur, ketiga, infrastruktur kesehatan, pendidikan, pelayanan
public, dan administrasi sangat terbengkalai dan tidak humanis. Yang
mempermantap problem, tatkala masyarakat menganggap pemerintah Bojonegoro
korup. Hal inilah yang dijadikan program prioritas dan butuh penanganan serius
sejak Kang Yoto diangkat sebagai Bupati.
Infrastruktur
jalan, berdasarkan riset, tanah Bojonegoro bergerak dan bila menggunakan aspal
untuk memperbaiki jalan, maka diperlukan biaya lebih ketimbang daerah lain yang
tanahnya tidak bergerak. Akhirnya, melalui tangan dingin Kang Yoto, Pemerintah
Bojonegoro menyelenggarakan program pavingisasi jalan sampai ke jalan di
plosok-plosok. Kemudian, Infrastruktur pertanian dibenahi, termasuk juga
pembuatan embung sebagaimana telah diulas. Para petani di-edukasi tentang
bagaimana bertani yang baik. Pelatihan-pelatihan dihelat dengan mentor yang
professional di bidangnya. Kang Yoto berani membayar mahal mentor-mentor ahli
tersebut untuk membagi ilmunya dengan petani Bojonegoro. akhirnya, Bojonogoro
yang dulu tatkala kemarau sering kekeringan dan kekurangan air bersih, kini
sudah tidak terjadi lagi. Malah berkat embung, di musim kemarau, petani tetap
bisa bercocok tanam karena memanfaatkan banjir penghujan yang tertampung. Di
bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan publik semua sudah diprimakan menuju
layanan yang humanis.
Kang Yoto
menjelaskan, akan kebangkitan Bojonegoro, peran dan upayanya masih berada di
tahap awal. Bahasa beliau, membangun krangka dasar—basic. Pembangunan
itu diupayakan berkelanjutan dengan telah menempa generasi muda Bojonegoro
untuk melanjutkan program agenda pemberdayaan dengan pendidikan dan
pelatihan-pelatihan. Mimpi Kang Yoto, tenaga ahli yang dipersiapkan sampai di
tingkat kualitas internasional standart. Maksudnya, para generasi yang
dipersiapkan sumber daya manusia-nya berkualitas internasional. Kualitasnya
teruji dan terbukti. Bidang pelatihan secara khusus di lingkungan pemerintah
Bojonegoro dibentuk secara terukur dan professional.
Makan Siang Dengan Staft Bupati Bojonegoro |
Terkait migas,
pemerintah Bojonegoro belajar atas Negara Timor Leste—dulu Provinsi
Timor-Timur, provinsi ke 27 dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Migas di Timor Leste, juga dikelola oleh asing. Tapi uang dari hasil ekplorasi
migas tersebut, hanya 20 persen yang boleh digunakan sebagai belanja
pemerintah, sedangkan yang 80 persen ditabung untuk masa depan Timor Leste.
Yang 20 persen pun, harus melalui seprangkat persetujuan yang rumit untuk
membelanjakannya. Ada banyak orang yang harus tanda tangan setuju atas
penggunaan uang tersebut, satu saja ada yang tidak setuju, anggaran 20 persen
uang tersebut tidak dapat dicairkan. Model ini diterapkan pemerintah
Bojonogoro. Uang yang didapat dari migas, hanya 20 persen yang digunakan
sebagai belanja kepentingan pembangunan. 80 persen ditabung. Setelah sampai
pada target nominal tertentu, uang Bojonegoro disimpan di salah satu bank
internasional, kemudian uang tersebut tidak boleh diambil kecuali bunganya.
Nah, dari bunga itu, setalah dikalkulasi oleh Kang Yoto, akan diambil untuk
kemudian akan dibelikan surat berharga—saham perusahaan dan bank-bank ternama.
Bila ini berjalan dengan baik, pemerintah Bojonegoro dapat memiliki aset yang
tak tertandingi di republik. Aset inilah salah satunya yang bisa dijadikan
bekal untuk memajukan, meningkatkan, dan mensejahterakan masyarakat Bojonegoro.
strategi ala kang Yoto ini, bila berhasil, cukup menjadikan kebupaten berasa
Negara. Bukankah Negara Singapura jauh lebih kecil dari luas kota Surabaya?
tapi Singapura dalam pendapatan dan kualitas sumber daya manusia mampu
mengungguli Indonesia.
Ketiga,
kami bertanya terkait pemilu kepala daerah, yang oleh UU Kepala Daerah yang
baru disahkan, mengamanahkan kepala daerah dipilih oleh DPRD, bukan oleh
Rakyat. Kang Yoto walaupun secara kelembagaan berada di Partai Politik
pendukung Koalisi Merah Putih (KMP) yang secara politik jelas-jelas memenangi
percaturan dengan mengesahkannya RUU Kepala Daerah, beliau tetap bergeming dan
sepakat bila kepala daerah tetap dipilih langsung oleh rakyat. Bukan DPRD.
Mengapa? Karena menurutnya, persoalan kita kini terletak pada kualitas manusia.
Mau dirubah berapa kali undang-undangnya, tapi bila tetap seperti itu kualitas
manusianya, sampai kapan pun masalah takkan pernah terselesaikan.
Untuk
memperlengkap tulisan ini, saya sertakan link sebagian rekaman sewaktu kami
melakukan sharing inspiratif dengan Kang Yoto:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimaksih telah sudi berkomentar...