Oleh: Libasut
Taqwa[1]
Telepon genggam
saya bergetar beberapa saat di tengah seriusnya saya menyerap pelajaran bahasa
Inggris di kelas. Karena penasaran, saya pun mengeceknya sembari mendengar
tutor melanjutkan penjelasan. Setelah saya cek, ternyata pesan singkat SMS (Short Message Servis) dari salah seorang
teman lama yang cukup membuat saya terkejut. Pesan singkat itu terbaca “waduh,
bagaimana maksudnya ospek “Tuhan Membusuk” ini?’’, saya tersenyum kecut,
karena tak ingin terlibat debat elektronik yang pastinya membosankan, saya
jawab saja seadanya, “Tuhan tidak bisa membusuk walaupun kita berkata Tuhan
busuk.”
Seusai kelas
saya bergegas menuju warnet yang tak jauh dari tempat saya belajar. Pikiran
saya, saya harus menulis sesuatu tentang ini; bukan untuk membenarkan,
menjustifikasi, apalagi untuk mengakui bahwa saya lah pelakunya. Tapi
setidaknya sebagai tanggung jawab almamater UIN Sunan Ampel yang dirasa berat
memenuhi pundak saya. Tak ada juga niat saya untuk menantang umat muslim
yang-setelah “heboh” membaca tema OSCAAR ini, merasa terganggu, atau risih,
atau geram, atau mungkin dengan berbagai ekspresi penyangkalan tak suka
lainnya.
“Tuhan
Membusuk”, seperti para pencinta elektronik “gaungkan” beberapa waktu kini, adalah
Tema OSPEK -IAIN (kini UIN) biasa menyebutnya OSCAAR (Orientasi Studi Cinta
Akademik dan Almamater)- yang dihidangkan oleh teman-teman di Fakultas
Ushuluddin kepada ‘adik-adik’ Mahasiswa barunya selama –kalau tidak salah-
tanggal 28-30 Agustus beberapa hari lalu. Spontan, entah siapa yang iseng
memulainya, secepat kilat beberapa foto yang secara khusus menyorot “Tuhan
Membusuk”-nya saja menyebar di dunia maya dan dengan segera diikuti oleh
(ada yang bilang ratusan) persentase komentator yang tak sedikit.
Saya ingin
memaparkan ke sidang pembaca sekalian sedikit tentang tipologi mahasiswa
Ushuluddin Sunan Ampel Surabaya (yang rajin saja) sebelum saya memberi
tanggapan mengenai “Tuhan Membusuk” di atas. Tentunya sesuai dengan ragam
kekurangan yang saya miliki. Dapat saya katakan, hampir semua Mahasiswa
Ushuluddin akrab dengan mata kuliah kalam dan filsafat, bahkan ada beberapa
kawan yang saya kenal takkan mau jauh dengan karya-karya para filosof besar
yang bertanya tentang eksistensi diri, hakikat Ke-Tuhan-an, atau metafisika. Saya
sendiri pernah terlibat diskusi menarik mengenai buku filsafat terkenalnya Sir
Muhammad Iqbal yang berjudul ‘’The
Reconstruction of Religious Thought in Islam’’ dengan salah seorang
bibliofilia (pencinta buku) Ushuluddin. Dari sana saya tahu, mereka takkan
membiarkan dirinya dalam kepuasan ilmu, mereka akan selalu haus, mereka seorang
pencari! Jadi, kalau dikorelasi, “Tuhan Membusuk” bukanlah frase final, saya
yakin punya lanjutan, (setidaknya itu menurut saya).
Fenomena
kontroversi –kalau kita anggap kontroversi— Tema Ospek di lingkungan IAIN atau
UIN sebenarnya telah lama saling berkelindan, dan biasanya secara khusus
menyentuh hal-hal sensitif dalam hal teologis atau mempertanyakan kembali kebiasaan
ajeg yang telah lama bersemayam di
masyarakat.
Pada
pertengahan 2004, Farid Yusuf, mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat, Fakultas
Ushuluddin IAIN Gunung Djati Bandung dilaporkan ke pihak kepolisian oleh Forum
Ulama pimpinan KH. Athian Ali karena pernyataannya di depan mahasiswa Jurusan
Aqidah Filsafat saat ospek mahasiswa baru, jum’at 27 Agustus. Setelah saya
telusuri beberapa sumber, ternyata laporan itu berawal dari kata-kata Farid
Yusuf dan kawan-kawan saat memperkenalkan himpunan jurusannya dengan kalimat
sensitif “Mari berzikir anjing-hu akbar, anjing-hu akbar.” Entah
sensasi, atau murni ekspresi keagamaan, tapi setelah itu Umat Islam pun geram,
Farid Yusuf mati kutu.
Secara kalimat,
kalau benar kalimat ini berbentuk ajakan, tentunya saya juga tak mau
mengikutinya, di sini saya setuju dengan Kyai Athian “…seharusnya kalimat
zikir dalam takbir adalah 'Allahu akbar, Allahu akbar.'’ Tapi Mohammad
Najib—Pembantu Rektor IAIN Bandung saat itu– punya jawaban lain, "Ketika
wacana dipresentasikan dalam konteks akademik, itu tidak jadi masalah,"
di sini saya juga setuju. Dalam dunia akademik, ilmu pengetahuan diletakkan
pada posisi tak tetap, selalu berubah. Bahkan Rektor pun, tak bisa menggenggam
kebenaran tunggal saat berbicara ilmu pengetahuan. Jadi, jika sekali waktu
melihat dosen kalah debat dengan mahasiswa, atau pertanyaan mahasiswa tak bisa
dijawab, itu menunjukan bahwa ilmu pengetahuan selalu berubah, dan meminta
diberikan wadah baru yang lebih relevan. Yang saya sayangkan, dari kasus
Bandung “ajakan” di suguhkan pada pribadi-ribadi transisi yang belum matang betul
secara nalar dan tentu setelahnya akan ada dikotomi penafsiran beragam. Kalau
sudah begitu, yang bertanggung jawab siapa?
Sekarang Sunan
Ampel, masih fakultas yang sama “Ushuluddin”. Bagi yang tahu proses pembentukan
Tema OSCAAR lingkungan IAIN, mereka sadar bahwa Tema tidak serta-merta dibentuk
semau gue oleh teman-teman panitia,
paling tidak (berdasar pengalaman saya) dua atau tiga bulan dialokasikan oleh
beberapa panitia yang rajin, sebagai waktu pembahasan tema. Di sini Tema
tentunya sudah mendapat koreksi terlebih dahulu, hingga akhirnya muncullah satu
tema final yang lengkap “Tuhan Membusuk; Rekonstruksi Fundamentalisme menuju
Islam Kosmopolitan.”
Saya murni tak
akan setuju jika judulnya hanya sebatas “Tuhan Membusuk” saja, karena pasti
akan menimbulkan banyak tanggapan negatif dari pembaca –yang memang sulit
membaca utuh jika mereka benar-benar tidak tahu— termasuk teman lama saya tadi.
Tapi jika judulnya lengkap, setidaknya saya secara personal mampu meraba kemana
arah tema yang dimaksud teman-teman di atas.
Menurut Dr.
Haidar Ibrahim, Istilah
fundamentalisme acap kali terdengar dan dipakai, namun makna yang sesungguhnya
masih belum jelas, terlalu umum dan rentan akan perubahan. Meski tersirat dalam
hati fundamentalisme bisa dimaknai; keteguhan dan kekakuan. James Barr, yang merupakan rujukan utama dalam bidang
fundamentalisme mengatakan, kata ini bermula dari judul essay yang berjudul "Fundamentals". Muncul di Amerika sekitar tahun 1910-1915.
Istilah ini digunakan untuk mengkategorikan teologi ekslusif, yaitu kepercayaan
mutlak terhadap wahyu, ketuhanan Al-Masih, mukjizat Maryam yang melahirkan
ketika masih perawan, serta kepercayaan lain yang masih diyakini oleh golongan
fundamentalis Kristen sampai sekarang. Walaupun dari aspek kesejarahan Fundamentalisme
meninggalkan ragam pertanyaan, namun kini ia selalu akrab bahkan tak jarang
dinisbatkan pada agama. Montgomery watt, dalam bukunya “Fundamentalisme Islam dan Modernitas” (terjemahan
Taufik Adnan Amal)” menyatakan Istilah fundamentalisme muncul pertama kali di
kalangan agama Kristen di Amerika Serikat. ini pada dasarnya merupakan istilah
Inggris kuno kalangan Protestan yang secara khusus diterapkan kepada
orang-orang yang berpandangan bahwa al-Kitab harus diterima dan ditafsirkan
secara harfiah. fundamentalisme agama, walaupun bukan fenomena baru, tapi ia
menawarkan bentuk dan corak yang selalu relevan. Semakin beragam sumber yang kita
baca, semakin beragam pula sikap kita dalam memahami fundamentalisme.
Fundamentalisme –atau kita sambung istilah ini dengan Islam— akan selalu
berakhir pada definisi positif atau negatif. Bagi yang menganggapnya negatif
(termasuk mungkin panitia Ushuluddin di atas), Fundamentalisme Islam hanya akan
menyebabkan kekakuan dalam beragama karena sulitnya memahami kontekstualitas
teks, merekonstruksi atau membangunnya kembali pada definisi positif adalah
sebuah keharusan, dan goals dari
rekonstruksi tersebut harus berbentuk kosmopolitanisme, yaitu mempunyai wawasan
dan pengetahuan yang luas yang menurut Kwame
Anthony Appiah akan
terwujud ketika orang-orang dari berbagai bidang (fisika, ekonomi, dll.)
membina hubungan inklusif yang saling menghargai meski memiliki kepercayaan
yang berbeda (agama, politik, dll.). Dan kita ingin alumni Ushuluddin seperti
itu.
segalanya tetap
berakhir pada pemahaman kita masing-masing.
untuk teman-teman Ushuluddin, saya angkat topi!!
Wallahu
a’lam…
[1]
Ditulis saat sedang menempuh kursus B. Inggris di Pare Kediri. Tulisan ini
sebagai tanggapan atas tema Oscaar Ushuluddin UIN Sunan Ampel 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimaksih telah sudi berkomentar...