Jumat, 22 Agustus 2014

ISIS dan Benturan Peradaban

Oleh: Davida Ruston[1]
Istilah ISIS (Islamic State of Iraq & Syiria) sudah tak asing lagi diperdengarkan oleh banyak khalayak. Di Indonesia sendiri nama ISIS menjadi bagian perbincangan yang cukup hangat sejak beredarnya sebuah video streaming Jihadis asal Indonesia yang mengajak sebagian umat muslim untuk turut berperang dan menegakkan khilafah di bumi Syam.

Beragam respon diperagakan banyak kalangan, ada yang menunjukkan dukungannya melalui mural (vandalism), pembaiatan, dan ada pula yang menolak secara tegas paham ini masuk ke Indonesia. Jika kita melihat sejarah, cikal bakal ISIS atau biasa juga disebut sebagai ISIL (Islamic State Of Iraq & Levant) sebetulnya lahir sejak dimulainya agresi Amerika ke Iraq pada tahun 2003. Sejak itu, kaum mayoritas Syiah mengambil alih kekuasaan dan pada gilirannya merepresi golongan Sunni. Tentu saja kalangan Sunni tidak diam saja. Pemberontakan kalangan Sunni mulai muncul. Kelompok teroris seperti Al Qaeda masuk ke Irak dan kelompok-kelompok pemberontak lokal yang terdiri dari kalangan minoritas Sunni mulai bertempur melawan tentara AS. Sejak itu, warga Irak terbelah berdasarkan agama, Sunni yang umumnya tinggal di utara dan Syiah yang umumnya di selatan. ISI yang kini menjadi ISIS adalah underbow dari jaringan al-Qaeda, yang pada tahun 2010 (hingga sekarang) dipimpin oleh Abu Bakar al-Baghdadi. 


Sebelum ISIS terbentuk perjuangan rakyat Iraq dipimpin oleh Abu Musa al-Zarqawi yang merupakan figur perjuangan dari Jihad wa tauhid, sampai pada akhirnya Zarqawi meninggal. Sepeninggal Zarqawi, para pejuang Iraq tak lagi menemukan sosok sebagai patron perjuangan. Tak ingin perjuangannya berhenti di tengah jalan, beberapa pejuang akhirnya mendeklarasikan Daulah Islam Iraq (DAI) sebagai motor baru perjuangan mereka pada akhir tahun 2006, sekaligus membaiat Abu Umar Al-Baghdadi sebagai pucuk pimpinannya. Pada tahun 2010 Abu Umar wafat dalam sebuah pemberontakan dan pada akhirnya peran sentral Abu Umar segera digantikan oleh Abu Bakar Al-Baghdadi.

ISI di bawah kepemimpinan Abu Bakar Al-Baghdadi mulai merambah berbagai daerah di sekitar Iraq. Mereka menjarah, memerkosa para wanita daerah kekuasaan yang mereka anggap sebagai budak, mereka membantai berbagai macam etnis (terutama etnis Yazidi) dan semua golongan yang bertentangan dengan paham dan perjuangan mereka. Untuk itu rezim Bashr al_As’ad juga menjadi target operasi untuk ditaklukkan dan pada akhirnya mereka pun mengganti nama ISIS. 

Peran Imperialisme
Dari semua gonjang ganjing ISIS yang telah menjadi pembahasan dunia international, ada kejanggalan besar yang terus menggerutu untuk dituntaskan. Dunia seakan diributkan oleh praktek genosida dan pembantaian sadis yang terus dipertontonklan ISIS. Konspirasi geo politik  mereka sedikit pun tak pernah terungkap.

Melihat pola konflik yang terus timbul kita tentunya kembali teringat dengan teori Clash of Civilization and the Remaking of World Order yang ditulis oleh Guru Besar Ilmu Politik Universitas Harvard, Samuel P Huntington. Karya ini menjadi rujukan utama bagi paradigma kebijakan politik hampir di seluruh dunia saat ini. Yang menurutnya pasca Perang Dingin, dunia akan lebih banyak di dominasi oleh dinamika politik yang terjadi antara peradaban (kultural) peralihan konflik antara National State seperti yang terjadi pada Perang Dingin (negara perang melawan negara). 

Samuel dan para ekonom dan ahli kapitalisme, tentu saja akan menyamarkan pertentangan sebenarnya dari “peradaban“ manusia. Alih–alih pertentangan ideologi dan agama seperti yang digembar-gemborkan para industrialis, sebenarnya pertentangan yang terjadi adalah pertentangan kelas antara para kapitalis dan para buruh yang telah dirampok hidupnya. Yang berujung kontrak milyaran dollar terhadap perusahaan–perusahaan konstruksi, minyak, senjata dan sebagainya. Bersambung…


[1] Mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya dan Alumni Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Tulisan ini didiskusikan pada Jumat, 22 Agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimaksih telah sudi berkomentar...