Jumat, 01 Agustus 2014

Friksi Zionisme

Oleh: Davida Ruston Khusen[1]
Berawal dari sebuah percakapan Live Chat dengan seorang teman yang sedang menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Dia menanyakan kepada saya secara maraton beberapa pertanyaan mengenai perseteruan Israel-Hamas, bagaimana respon muslim di Indonesia terhadap agresi militer Israel?, Yahudi dan penumpasan sipil di Gaza?, cara macam apa yang dapat menghentikan mereka menurutmu?, ini kejahatan agama sudah harusnya dihentikan ungkapnya di akhir pertanyaan. 

Cukup lama saya berfikir sembari membaca berulang-ulang pertanyaan demi pertanyaan tersebut. Pernyataan di bagian akhir membuat saya semakin gamang untuk menjawab, benarkah ini kejahatan agama?, bukankah Zionisme itu menganut paham sekuler, bukankah peperangan ini perebutan teritorial, bukannya umat Yahudi (selanjutnya di baca Judaisme dalam bahasa Ibrani) juga banyak yang menentang terhadap praktek Zionis ini. 

Dari keraguan itu saya terus mencari tahu genealogi Zionisme dan beberapa latar belakang bangsa Yahudi yang menghuni Israel. Sampai pada sebuah buku pencarian itu terhentikan, ya The Question Of Palestine (Pertanyaan Palestine) karangan Edward Said. Dari buku ini saya sedikit mendapat jawaban tentang kisah kelahiran Zion atau Zionisme yang sejatinya mendapatkan pertentangan yang luar biasa di kalangan Judaism. Zionisme sendiri sejatinya merupakan salah satu anak kandung dari gerakan antisemit di Eropa. Yang dimotori oleh Theodor Herzl (1860-1904),  wartawan Yahudi kelahiran Hungaria, pada awalnya adalah pemeluk teguh asimilasi, pembauran Yahudi ke dalam masyarakat Eropa modern. Sampai suatu ketika ia merasa  Eropa sejatinya menampik cintanya (pertengahan abad 19).


Herzl meyakini, sebagaimana sebagian besar Yahudi Eropa saat itu, bahwa satu-satunya jalan menuju  emansipasi buat Yahudi, pembebasan dari diskrimnasi dan keterkungkungannya dalam kehidupan ghetto (distrik-distrik Yahudi), adalah dengan mengadopsi semangat Pencerahan dan the idea of progress yang dilantunkan oleh kalangan modernitas.

Dalam sudut pandang Herzl, kaum Yahudi menjadi target serangan antisemit karena hidup dengan gaya diaspora tanpa negara. Herzl lantas menawarkan ide negara Yahudi, dengan model Negara Swiss yang sekuler. Menurut Herzl, Negara Yahudi dibangun di tanah Zion (Israel-Palestina). 

Bangsa Yahudi yang terdiri dari kaum Reform dan Orthodoks sama-sama menolak Zionisme ala Herzl ini. Kaum Reform menolak zionisme karena bagi mereka, kebangsaan yahudi hanyalah konstruksi sejarah, yang tak permanen dan bisa ditafsir ulang. Kaum Reform melihat ke-yahudi-an tak lagi sebagai bangsa, melainkan individu-individu yang hidup dalam keperbedaan daerah namun memiliki primordialisme yang kuat. Mereka memaknai Zion tak lagi sebagai tanah Israel di mana mereka tempatkan sebagai tanah air kebangsaan. Namun lebih daripada itu, Kota Berlin mereka anggap sama dengan Yerussalem baru bagi mereka. Sejalan dengan prinsip patriotisme, loyalitas kaum Reform lebih kepada tanah airnya di Eropa. Selain itu, kaum Reform memahami Messianisme Yahudi tak lagi personal, tetapi lebih sebagai zeitgeist (spirit zaman) yg impersonal.

Sejalan dengan gagasan kaum Reform, kaum Yahudi orthodox, yang  terbagi menjadi neo-orthodox dan ultra-ortodox  sama-sama menolak Zionisme ala Herzl. Kaum yahudi Orthodox sepakat dengan zionis  dalam arti Bangsa Yahudi, akan tetapi bukan sebagai Nasionalisme State. Kebangsaan Yahudi bagi kaum Orthodox  adalah kebangsaan berbasis ketaatan terhadap Taurat (disebut Torah dalam bahasa Ibrani) dan hukum agama. 

Dalam keyakinan orthodox, migrasi ke tanah Israel hanya absah bila dipimpin sang Messiah yang diutus Tuhan. Dan kapan Messiah datang, hanya tuhan yang tahu dan bangsa Yahudi hanya bisa menunggu di tanah eksil mereka. Yahudi ortodox menganggap langkah yang ditempuh oleh Herzl ini jelas menyalahi takdir dan bagian dari bid’ah karena telah melanggar janji yang tertuang dalam talmud (catatan diskusi para rabi tentang hukum, etika, kebiasaan dan sejarah Yahudi). Karena pada dasarnya terdapat tiga janji yang tertuang dalam talmud dan menjadi pegangan kalangan orthodox, janji itu di antaranya berisi tentang larangan eksodus bangsa Yahudi dari eksilnya menuju tanah zion, larangan terhadap pemberontakan di tanah diaspora, dan jaminan Tuhan atas kaum non-yahudi yang tak akan menyakiti bangsa Yahudi secara berlebihan. 

Dalam prespektif lain, di dalam buku yang berjudul “Anak-anak Ibrahim” karangan Meski Rabi March Schneir saya juga menemukan jawaban yang sepadan, disebutkan bahwa meski menolak Zionisme, kaum Yahudi Orthodox tetap melakukan migrasi ke Israel. Tentu, langkah ini dilakukan oleh sebagian kecil dari mereka yang meyakini doa “be shana haba'a le yerushalaim (tahun depan ke Yerusalem) sebagai sebuah cita-cita religius. Mereka yang menerima dan mau bermigrasi mengnggap Israel bukan sebagai Negara Yahudi yang kosher (halal) menurut halakhah. Negara Israel tetap diterima, akan tetapi dianggap sebagai negara biasa sbagaimana dalam diaspora. Dan mereka pun tetap menjadi eksil di tanah Israel.

Dengan paparan di atas, saya mencoba mencari kebenaran atas apa yang terjadi dalam pergulatan sejarah geo-politik. Betapa pro dan kontra di kalangan Yahudi terhadap Zionisme ternyata berlangsung dengan tajam dan tak jarang saling menafikan satu sama lain. Bahkan di kalangan internal kubu Zionis, pertentangannya juga sangat keras. Setidaknya itu terjadi sampai akhir 1940-an, ketika akhirnya negara Israel berdiri pada 1948.

Setidaknya masih banyak hal yang terlewatkan dalam tulisan ini mengenai pelbagai dialektika yang terbangun untuk mengenal lebih mendalam tentang proses negara zionis terbentuk. Dan ini juga yang menjadi jawaban saya atas pertanyaan simpel seorang teman tersebut. Yang mengingatkan kita agar tak terlalu mudah terkooptasi dengan sudut pandang kebutaan dan klaim kebenaran akan suatu penistaan tanpa mengetahui genealogi sesuatu itu terjadi.Wallahu A’lam.

[1] Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Syariah, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Periode 2013-2014. Tulisan ini didiskusikan pada Jumat, 1 Agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimaksih telah sudi berkomentar...