Senin, 15 Desember 2014

Dilema Ekonomi Islam: Ikhtiyar Menapak Syistem Ekonomi Nasional

Oleh: M. Afif Zainurraziqien[1]
                Ketika kita mempelajari konsep ekonomi di suatu negara, terbesit pertanyaan di dalam fikiran kita. “Mengapa sebagian negara menjadi kaya, sementara sebagian yang lainnya miskin?”. Jawaban secara spekulatif pasti dapat kita jawab, namun perlu kiranya kita flasback pada tahun 1776 ketika Adam Smith menerbitkan buku termasyurnya yang berjudul An Inquiry into the Wealth of Nations. Di dalam bukunya tersebut menjelaskan secara rinci bagaimana negara dapat mencapai suatu kekayaan dalam ekonomi.
                Sejak abad ke 18, para ahli ekonomi telah menghasilkan berbagai penjelasan secara menyeluruh tentang mengapa perekonomian tumbuh dan menjadi makmur. Spesialisasi, perkembangan tekhnologi dan pembentukan modal (capital formation) adalah beberapa faktor yang telah dianalisis oleh Smith. Selain itu Smith juga menjelaskan bagaimana seharusnya negara miskin bisa mengatasi ’keterpurukan’-nya, salah satunya mengenai keadaan pasar yang harus berjalan seimbang antara produksi, distribusi dan konsumsi, mengenai seharusnya lembaga-lembaga bekerja efisien, serta mengenai jarak geografis suatu negara. Selain mengatasi ‘keterpurukan’, Smith juga mengatakan negara tersebut bahkan dapat menjadi pemimpin karena keunggulan produktivitasnya. 
                Ahli ilmu ekonomi dan ahli sejarah ekonomi tidak melihat bagaimana negara-negara di dunia yang tetap kaya, namun titik acuan mereka terletak pada bagaimana melihat masih banyaknya negara-negara yang tetap miskin atau sedikit berkembang walaupun banyak kesempatan baru untuk perluasan ekonomi. Selain Adam Smith, salah satu ahli ekonomi dan ilmu sosial asal Swedia, Gunnar Myrdal pernah mengkaji situasi perekonomian di Asia Selatan dan Asia Tenggara pada tahun 1968. Menurut Myrdal, kegagalan perekonomian di Asia Selatan dan Asia Tenggara diakibatkan karena ketidakmampuan pemerintah untuk melaksanakan berbagai perencanaan pembangunan modern, fenomena korupsi yang terus berkembang, pendidikan, kesehatan dan pertanian yang masih belum dioptimalkan dengan baik. Bagaimana dengan Negara Indonesia? 
Kalau kita lihat pada tahun 1960-an, negara ini mengalami sebuah periode instabilitas politik dan kontradiksi ekonomi, yang menimbulkan beragam dampak serius pada kehidupan sebagian besar penduduknya, sehingga Negara Indonesia mengalami inflasi sebesar 600 %. Namun catatan buruk tersebut berubah secara dramatis setelah pada tahun 1993, ketika Bank Dunia (Word Bank) mengatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu contoh dari negara yang berhasil membalikkan keadaan ekonominya. Dari negara dengan kinerja buruk, Indonesia telah berubah menjadi salah satu murid paling cemerlang di kelasnya. Kebanggaan yang seharusnya terjaga secara kontiunitas itu harus dibayar mahal dengan kegagalan menjaga pertumbuhan ekonominya ketika negeri ini dihantam krisis Asia pada 1997/1998. Oleh karena itu, pertumbuhan Indonesia bisa dikategorikan ‘tak menentu’ dengan tingkat diskontinuitas yang tinggi.
Di sisi lain kalau kita lihat berlimpahnya sumber daya alam di negeri ini, tak layak untuk disebut jika negeri kita adalah negara yang  miskin dibanding dengan ‘rata-rata’ negara berkembang. Mengapa demikian?. Jika kita lihat literatur sejarah ekonomi Indonesia tidak sepenuhnya dapat menjawab pertanyaan ini. Termasuk kata Anne Booth yang berjudul The Indonesian Economic in the Nineteenth and Twentieth Centuries; A History of Missed Opportunities, adalah contoh terbaik dari kajian mutakhir yang mempertanyaan persoalan yang sama: “mengapa pada akhir abad ke 20 dan abad ke 21 ini negeri ini masih relatif miskin dan terbelakang secara ekonomi?” Kebijakan manakah yang keliru baik dari Pemerintah kolonial maupun poskolonial yang telah menciptakan keadaan seperti ini? Apakah kesalahan-kesalahan itu merupakan ‘kesengajaan’ (commission) ataukah kelalaian’ (omission)?
                Telepas dari analisis dari pakar ekonomi di atas, sebenarnya negeri kita ini menerapkan sistem ekonomi apa? sistem kapitalistik atau sistem sosialistik, dan bahkan sistem ekonomi Islam yang lagi membumi di jagad alam semesta ini, khususnya di Indonesia?. Apakah sistem ekonomi Islam menjadi solusi yang harus dilakukan dan dijalankan secara konsekuen?.

“ Kadang-kadang hidup itu perlu adanya sosok orang bodoh, agar orang yang pintar bisa merubah kebodohannya”


[1] Mahasiswa Jurusan Muamalah di Fakultas Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya. Tulisan ini didiskusikan di Indonesia Belajar-IB pada Jumat, 19 Desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimaksih telah sudi berkomentar...