(Cerita ringan 10 hari di Jepang)
Oleh: Ahmad
Maskur[1]
Ahmad Maskur saat bermain permain tradisional Jepang |
Perjalanan
menuju Jepang ditempuh dalam waktu kurang lebih 10 jam menggunakan pesawat All
Nippon Airways dari Bandar Udara Soekarno Hatta Jakarta. Saat tiba
di Haneda Internasional Aiport Tokyo, setelah
mengurus administrasi
migrasi dan bagasi, seorang perempuan paruh baya dengan membawakan tulisan dada,
“Jenesys from Indonesia” telah berdiri
dan memanggil-manggil kami: “Indonesia, Indonesia, Jenesys from
Indonesia” dengan
tersenyum dan begitu ramah. Setelah kami berkenalan, ternyata perempuan tersebut
merupakan panitia dari Japan International Cooperation Center (JICE),
penyelenggara kegiatan yang ditugaskan menjemput rombongan kami. Dari sini kami
mulai melihat masyarakat Jepang yang begitu telaten
dan bertanggung jawab.
Tokyo Sky Tree tampak dari atas hotel di mana Ahmad Maskur tinggal |
Perjalanan
menggunakan bus begitu mengasyikkan. Cuacanya sejuk dan dingin, sepanjang jalan
begitu bersih serta tidak ditemukan
kemacetan,
karena mayoritas masyarakat Jepang lebih memilih berjalan kaki dan bersepeda onthel dalam beraktifitas kesehariannya, baik pergi ke kantor dan lain sebagainya.
Hanya sebagian yang menggunakan motor atau mobil.
Sehingga sulit sekali ditemui kemacetan.
Makanan Khas Jepang |
Kesadaran masyarakat Jepang sudah
begitu tinggi. Saat di pertengahan jalan kami begitu takjub dengan kebersihan
dan ketertataan kota Tokyo. Saat itu teman kami yang dari Singapore berkata: “Aslinya
lebih bersih Singapore ketimbang Jepang, hanya saja lebih maju Jepang dalam hal
ini. Jepang bersih karena kesadaran masyarakat bukan karena aturan. Sedangkan
Singapore bersih karena ada sanksi bagi yang membuang sampah sembarangan”.
Sampai di Tokyo Skytree kami begitu
heran. Jarak kurang lebih 3 km yang ditempuh dengan jalan kaki
tidak menyisakan capek dan nafas ngos-ngosan sama sekali. Berbeda sekali
dengan Surabaya atau Jakarta. Rupanya udara dingin dan sejuk
serta jauh dari polusi menghilangkan rasa capek. Dari sini kami paham mengapa
masyarakat Tokyo mayoritas berjalan kaki dan ngonthel. Hal ini mungkin
juga yang menyebabkan masyarakat Jepang sehat-sehat.
Menuju Nagasaki
Setelah beberapa hari di Tokyo, kami
pindah ke kota Nagasaki. Perjalanan ditempuh 2 jam dengan pesawat Japanese
Airlines melalui Haneda Airport. Selanjutnya kami menuju Hamakan
Hotel dengan bus. Selama beberapa hari di kota Nagasaki kami lebih banyak
program institucional visit. Seperti ke Museum Bom Atum, Kampus
Nagasaki, NBC Nagasaki, pusat pembuatan makanan sushi dan lain sebagainya. Pemandangan di Nagasaki lebih alami.
Gunung-gunung dan sungai-sungai
terdampar begitu indah.
Sesaat setelah diskusi di Kota Tokyo |
Kelompok kami kebagian di desa Saikai Shi dengan host family bernama
Mrs. Tokuro Watanabe dan isterinya Mrs. Mika. Di rumahnya, Mr. Tokuro hanya
tinggal berdua dengan isterinya karena kedua anaknya sedang menempuh studi di
kota Nagasaki dan tinggal di sana. Sosok keduanya begitu bersahaja, harmonis
dan sangat menyenangkan.
Jalanan di Nagasaki yang bersih dan asri |
Bersama genarasi Jepang setingkat TK |
Sarapan kali ini begitu nyaman
dengan kondisi yang begitu akrab dan diskusi hangat dengan host family kami.
Dari diskusi santai saat sarapan tersebut, kami mengetahui bahwa Mr. Tokura
adalah seorang city council (DPR). Kami kaget saat mengetahui hal
tersebut. Sosoknya yang begitu sederhana dan sangat ramah tersebut adalah
anggota DPR. Berbeda sekali dengan kondisi di Indonesia. Tak ada DPR yang juga bertugas
mengunci balai pertemuan, memetik sayur-sayuran untuk di masak isteri, dan ke
pasar untuk kebutuhan rumah dan dapur. Namun Mr. Tokuro melakukan itu semua
sendiri.
Ikhwal DPR, saya memberanikan diri
tentang kedudukan DPR di mata masyarakat Jepang. Menurut penjelasan Mr. Tokuro,
di Jepang, masyarakat lebih memberikan penghargaan dan pandangan
mulya terhadap pegiat ilmu seperti peneliti, penemu,
pengembang teknologi, dan lain sebagainya daripada
jabatan politik. Kondisi ini tentu berbeda dengan Indonesia. Hal ini disebabkan
karena kehidupan masyarakat Jepang sudah maju dan makmur. Kesenjangan ekonomi
begitu rendah. Sehingga masyarakat Jepang lebih intens dalam bidang keilmuan.
Selama 3 hari di Saikai Shi, kami
mendapat banyak sekali pengalaman. Desa di pegunungan ini begitu asri. Tanahnya
terlampau subur sehingga beragam buah-buahan dan sayur-mayur tumbuh di sini.
Selain itu, masyarakatnya begitu ramah-ramah.
Tradisi saling menyapa dengan memberikan salam saat berpapasan di jalan masih
lestari. Walaupun tempatnya jauh dari kota Tokyo, namun pemikiran masyarakat
dan peradabannya begitu maju.
Kami begitu bahagia, berkesempatan
mengunjungi Jepang. Banyak pelajaran hidup yang dapat diambil. Tentang
kedisiplinan yang begitu ditekankan, kesadaran yang sangat tinggi serta kepribadian baik lainnya.
Selain itu, peserta program Jenesys yang
merupakan perwakilan pemuda dan mahasiswa dari berbagai negara se-Asia dengan
latar etnik, bahasa, budaya dan agama yang beragam, memberikan banyak pelajaran
tentang urgensi persahabatan, kerukunan, dan kesatupaduan dalam ke-Bhinneka-an.
Terimaksih Jepang atas pengalamannya.
Semoga bermanfaat dan turut menginspirasi
kami dan saudara sebangsa lain untuk meniru tentang peradaban Jepang yang
luhur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimaksih telah sudi berkomentar...